TRENDING

Saksi Bisu Gedung Abdullah Kamil yang dulu bernama Genta budaya

2 menit membaca
dirgantaraku
News - 09 Nov 2025

Padang (8/11/2025) – Di jantung Kota Padang, Gedung Abdullah Kamil yang megah dengan siluet rumah gadang kini bersiap menukar suasana. Enam organisasi adat dan budaya yang selama ini menjadikan gedung bersejarah ini sebagai markas, sepakat mengosongkannya sementara selama dua bulan untuk memberi ruang bagi proyek revitalisasi yang telah lama dinantikan.

Gedung yang dulu bernama Gedung Yayasan Genta Budaya ini bukan sekadar bangunan; ia adalah monumen dedikasi Duta Besar PBB, Abdullah Kamil, yang diresmikan pada 7 Mei 1992. Rusak parah setelah gempa bumi 2009, gedung ini menjadi simbol perjuangan melestarian warisan budaya Minangkabau, menunggu sentuhan perbaikan yang layak.

Kesepakatan itu tercapai dalam Musyawarah Kesepakatan Bersama yang digelar hangat pada Sabtu (8/11/2025). Dipimpin oleh Ketua Yayasan Genta Budaya, Weno Aulia Durin, bersama Zola Pandu, pertemuan itu mengumpulkan perwakilan DPD‑LAKAM Kota Padang, Mande Kanduang Sako, PUJIAN ABSSBK HAM, BADUPARI, Kolaborasi Jurnalis Indonesia (KJI) Bidang Jurnalis Cinta Budaya, serta Kuasa Hukum Adat dan Budaya.

“Pindah sementara hanya sekitar dua bulan, dan setelah rehab selesai semua dapat kembali lagi seperti semula,” ujar Weno Aulia Durin dengan nada mantap. Ia menegaskan bahwa langkah ini diambil semata‑mata untuk menghindari risiko kecelakaan kerja bagi para penghuni sekaligus memastikan proses rehabilitasi berjalan mulus tanpa hambatan.

Keenam pilar budaya yang akan menepi itu meliputi DPD‑LAKAM, Mande Kanduang Sako, PUJIAN ABSSBK HAM, BADUPARI, KJI Bidang Jurnalis Cinta Budaya, dan Kuasa Hukum Adat dan Budaya. Selama ini mereka menjadi garda terdepan dalam menghidupkan tradisi, seni, dan nilai‑nilai adat di dalam dinding bersejarah itu.

Proyek revitalisasi sendiri mengusung anggaran APBN 2025 sebesar Rp 3,4 miliar, dialokasikan untuk penataan dan pembenahan aset budaya. Kontrak pekerjaan diserahkan kepada CV Panca Karya Satria sebagai kontraktor pelaksana, dengan pengawasan ketat dari CV Cipta Seroja Consultant, di bawah koordinasi Satker Sarana dan Prasarana Kebudayaan Direktorat Jenderal Pengembangan Pemanfaatan dan Pembinaan Kebudayaan.

Kesepakatan tersebut kini menunggu pengukuhan dalam bentuk surat kesepakatan bersama yang legal, sebuah dokumen yang mengikat pemerintah, yayasan, dan para penghuni. “Ini bukan sekadar kertas, melainkan janji kolektif untuk mengembalikan genta budaya Minangkabau ke panggungnya,” kata Weno.

Dua bulan ke depan akan menjadi masa penantian, namun harapan besar mengiringi proses ini. Setelah revitalisasi rampung, keenam organisasi akan kembali menempati rumah barunya yang telah bersinar, siap melanjutkan peran vital mereka sebagai penjaga marwah adat dan budaya di Ranah Minang.

Jurnalis : Dodi

Redaktur : Adju

Editor

Bagikan Disalin

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *